Selasa, 17 Desember 2019

Identifikasi Persoalan Filosofis Pembelajaran Matematika di Sekolah (Tugas Akhir Bagian I)


 
FILSAFAT PENDIDIKAN MATEMATIKA

Identifikasi Persoalan Filosofis Pembelajaran Matematika di Sekolah
(Tugas Akhir Bagian I)


Diajukan kepada Prof. Dr. Marsigit , M. A.
untuk Memenuhi Tugas Filsafat Ilmu






Oleh
Rona Happy Mumpuni
NIM 19709251059

PROGRAM PASCASARJANA PENDIDIKAN MATEMATIKA
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2019


1.      Bagaimana penjelasan filosofis tentang menuntut ilmu?
Menuntut ilmu adalah kegiatan berkesinambungan di dalam ruang dan waktu. Sebagai makhluk yang berakal, manusia selalu diliputi oleh hasrat ingin tahu. Semakin kuat hasrat ingin tahu manusia, maka semakin banyak pengetahuannya. Proses mengumpulkan pengetahuan adalah suatu proses belajar yang dilakukan oleh manusia sejak usia dini sampai saat ia meninggal dunia.
Berbagai pengetahuan yang diperoleh dari proses belajar yang dilakukan manusia membuat manusia mampu membuka rahasia alam yang ada di balik struktur yang tersembunyi. Selanjutnya, manusia menyusun berbagai pengetahuan tersebut ke dalam suatu bentuk terstruktur yang terdiri dari konsep-konsep, prinsip-prinsip, proposisi-proposisi, dan teori-teori yang berkaitan dengan struktur alam tertentu, yang pada tahap selanjutnya disebut ilmu, yang mana objek ilmu sendiri adalah yang ada dan yang mungkin ada. Menuntut ilmu bisa diartikan dengan belajar. Dimana belajar menurut teori konstruktivisme adalah upaya membangun tata susunan hidup yang berbudaya modern.

2.      Bagaimana penjelasan filosof tempat kedudukan dalam sistem koordinat?
Tempat kedudukan suatu titik dalam sistem koordinat sama seperti posisi manusia di dunia. Pada sistem koordinat terdapat garis vertikal (sumbu x) dan horizontal (sumbu y).

Pada dasarnya, manusia memiliki hubungan yang perlu dijaga dan dijalani secara vertikal dan horizontal. Horizontal adalah dengan diri sendiri, sesama dan alam. Sedangkan vertikal adalah relasi manusia dengan Allah. Hubungan vertikal bersifat sangat pribadi, individual dan spiritual karena hanya Tuhan dan manusia itu sendiri yang tau seberapa dekat relasi ia dengan Tuhan. Hal yang menghalangi manusia untuk berelasi dengan Tuhan adalah rasa takut untuk membuka diri, memberikan diri seutuhnya dan sebenarnya, serta keengganan untuk jujur.
Menurut seorang filsuf bernama Plato, manusia merupakan animal society yaitu makhluk sosial yang senang bergaul atau berkawan untuk hidup bersama. Manusia tidak dapat hidup secara utuh hanya sendirian tanpa mengandalkan manusia lainnya. “Sebagai makhluk sosial (homo socialis), manusia tidak hanya mengandalkan kekuatannya sendiri, tetapi membutuhkan manusia lain dalam beberapa hal tertentu.” (Firman : 2016). Ketergantungan manusia akan manusia lain ditandai saat manusia lahir sebagai bayi, ia pasti membutuhkan kasih sayang kedua orangtuanya untuk bertahan hidup lewat asupan pangan (ASI) dan kebutuhan lainnya. Hubungan manusia sebagai individu harus terjalin dalam keselarasan, keserasian, dan keseimbangan. Tidak diperbolehkan terjadi dimana satu manusia mendominasi manusia lain karena setiap manusia memiliki hak untuk hidup, bebas, dan hak lainnya yang terdapat dalam Hak Asasi Manusia. Oleh karena itu, dibutuhkan sikap saling mengerti, menghormati, dan saling kerjasama dalam menciptakan kehidupan bersama yang sejahtera dan ideal.

Seluruh hal yang kita miliki, seluruh kebutuhan hidup yang tersedia di dunia berasal dari Allah. Manusia memiliki kemapuan yang terbatas dan banyak hal yang manusia tidak bisa lakukan namun bisa terjadi jika Allah menghendaki. Walaupun manusia memiliki kehendak bebas dan memiliki kemampuan untuk mengolah bumi, manusia tetap bergantung kepada Tuhan. Sayangnya relasi manusia dengan Tuhan telah runtuh akibat sifat kesombongan manusia sehingga manusia mempunyai pikiran bahwa manusia dapat hidup mandiri tanpa kehadiran Tuhan. Relasi manusia yang semakin hari semakin jauh dari Allah yang menyebabkan manusia menjadi mudah jatuh ke dalam dosa. Namun Allah dengan senang hati selalu membuka diri kepada manusia yang ingin datang dan menjalin relasi lebih dekat dengan-Nya.

3.      Bagaimana penjelasan filosofis tentang fungsi?
Fungsi dalam matematika adalah suatu relasi yang menghubungkan setiap anggota x dalam suatu himpunan yang disebut daerah asal (Domain) dengan suatu nilai tunggal f(x) dari suatu himpunan kedua yang disebut daerah kawan (Kodomain). Himpunan nilai yang diperoleh dari relasi tersebut disebut daerah hasil (Range). Fungsi atau hubungan erat kaitannya menurut para filsuf seperti sebab akibat. Para filsuf seperti Hugh Mellor dan Patrick Suppes   telah mendefinisikan sebab-akibat dalam hal sebab yang mendahului dan meningkatkan kemungkinan dampaknya. Selain itu, Mellor mengklaim bahwa sebab dan akibat adalah kedua fakta - bukan peristiwa - karena bahkan non-peristiwa, seperti kegagalan kereta tiba, dapat menyebabkan efek seperti saya naik bus. Sebaliknya, bergantung pada peristiwa-peristiwa didefinisikan secara teoritis, dan sebagian besar pembahasannya diinformasikan oleh terminologi ini.

4.      Bagaimana penjelasan filosofis tentang infinity atau ketakberhinggaan?
Ide tentang ketakberhinggaan atau infiniti sangat sulit dipahami, karena, sekilas hal itu berada di luar pengalaman manusia. Pikiran manusia terbiasa menangani hal-hal yang finit, yang dinyatakan dalam ide-ide yang finit. Segala sesuatu memiliki awal dan akhir. Ini adalah pemikiran yang akrab dengan kita. Tapi apa yang akrab tidak harus selalu benar. Sejarah pemikiran matematika memiliki beberapa pelajaran penting tentang hal ini. Untuk waktu yang lama, para ahli matematika, setidaknya di Eropa, berusaha mengusir konsep infiniti. Alasan mereka untuk melakukan hal ini sangat jelas. Selain adanya kesulitan untuk mengkonsepkan infiniti, dalam makna yang murni matematika infiniti merupakan satu kontradiksi. Matematika berurusan dengan besaran yang finit. Infiniti, karena sifat dasarnya, tidak akan dapat diukur atau dihitung. Ini berarti bahwa terdapat konflik yang riil di antara keduanya. Untuk alasan ini, para ahli matematika besar dari jaman Yunani kuno menghindari infiniti seperti sebuah wabah penyakit. Walau demikian, sejak awal filsafat, orang telah berspekulasi tentang infiniti. Anaximander (610-547 SM) mengambil ini sebagai basis dari filsafatnya.

Ahli matematika Yunani terbesar Archimedes (287-212 SM) menggunakan angka-angka yang tidak bisa dibagi (indivisibles) dalam geometri, tapi ia menganggap ide tentang besar atau kecil tak berhingga sebagai ide yang tidak memiliki landasan logis. Seperti itu pula, Aristoteles berpendapat bahwa, karena satu benda harus memiliki bentuk, ia harus bersifat finit, dan dengan demikian tidak dapat menjadi infinit. Sambil menerima ada dua macam “potensi”infiniti– penambahan berturutan dalam aritmetika (besar tak berhingga), dan pembagian berturutan dalam geometri (kecil tak berhingga) – ia tetap berpolemik melawan para ahli geometri yang berpandangan bahwa satu potong garis terdiri dari titik-titik yang jumlahnya tak berhingga, atau indivisibles.



5.      Bagaimana penjelasan filosofis tentang konsep irisan kerucut?
Dalam matematika, irisan kerucut adalah lokus dari semua titik yang membentuk kurva dua-dimensi, yang terbentuk oleh irisan sebuah kerucut dengan sebuah bidang. tiga jenis kurva yang dapat terjadi adalah parabola, elips, dan hiperbola.
Secara geometri analitis, irisan kerucut dapat didefinisikan sebagai: “tempat kedudukan titik-titik pada sebuah bidang, sedemikian sehingga jarak titik-titik tersebut ke sebuah titik tetap F (yang disebut fokus) memiliki rasio yang konstan terhadap jarak titik-titik tersebut ke sebuah garis tetap L (disebut direktriks) yang tidak mengandung F.”
Dalam kehidupan, irisan kerucut diibaratkan seperti tempat kedudukan manusia pada lingkungan tempat tinggalnya, seperti bagaimana manusia bersikap dan berhubungan di lingkungannya. Filosofi tradisional terbagi antara teori konsekuensial (atau teleologis) seperti teori utilitarianisme dan non-konsekuensial (atau deontologis) seperti berbasis hak filsafat. Sementara filosofi lingkungan mengadopsi dua pendekatan dasar ini, namun juga memiliki cabang non-tradisional atau holistik besar yang ditandai oleh ekologi dan ekofeminisme yang dalam. Dengan demikian, seseorang dapat membagi filosofi lingkungan antara keduanya sudut pandang antroposentris (terpusat pada manusia) dan ekosentris (berpusat pada bumi), yaitu umumnya dilihat sebagai tidak dapat dibandingkan.





IDENTIFIKASI PERSOALAN FILOSOFIS PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SEKOLAH



   



#MarsigitRona
#RonaMarsigit
#Prof.Marsigit
#Marsigit
#Rona Happy Mumpuni
#Identifikasi_Persoalan_Filosofis




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Filsafat Pendidikan Matematika: Penjelasan Filosofis terhadap Objek Matematika di SMP (Tugas Akhir Bagian II)

Filsafat Pendidikan Matematika P E N J E L A SAN F I L OSO F IS T ER H A D AP B E B ER A P A O B J E K M A T E M A T I K ...